Suatu pengamalan yang luar biasa saat diberi kesempatan dapat mendampingi adik-adik yang megemban misi kemanusiaan yang mulia ini. Saya melihat langsung semangat muda-mudi serta serta menjejakkan kaki hingga ke kepulauan terujung di Provinsi Sumatera Barat, Kep. Mentawai.
Bagi yang belum pernah mendengar apa itu Nusantara Sehat? Nusantara Sehat adalah program yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan dimana satu tim kesehatan yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, sanitarian, ahli gizi, dan tenaga kesmas untuk dikirimkan ke daerah luar, terpencil, dan perbatasan untuk support kinerja Puskesmas di wilayah tersebut.
Dengan slogan : “membangun kesehatan dari wilayah paling pinggir”, tentunya kebayang kan kalian di mana saja kawan-kawan Tim Nusantara Sehat (NS) ini ditempatkan? Pastinya tempat-tempat yang sangat terpelosok.
Untuk mendampingi Tim NS Batch 6 ini wilayah SUmatera Barat, ada 5 Tim yang di tempatkan yakni 1 tim di Kab. Pasaman Barat (jalan darat), dan 4 tim di Kep. Mentawai (jalur laut).
Keberangkatan
Awalnya saya deg-degan ditugaskan ke Mentawai, pasalnya beberapa rekan kerja yang jauh senior dari saya, semua bilang ombak Mentawai besar : “Hati-hati”. Degh.
Eugh ini saya apa kabar ya? Mayoritas yang dikirim untuk mendampingi Tim NS ke Mentawai pun para kaum Adam. Ya sudah, pasrah aja, sama banyak minta doa sama orang tua.
Bagi yang belum pernah mendengar apa itu Nusantara Sehat? Nusantara Sehat adalah program yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan dimana satu tim kesehatan yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, sanitarian, ahli gizi, dan tenaga kesmas untuk dikirimkan ke daerah luar, terpencil, dan perbatasan untuk support kinerja Puskesmas di wilayah tersebut.
Dengan slogan : “membangun kesehatan dari wilayah paling pinggir”, tentunya kebayang kan kalian di mana saja kawan-kawan Tim Nusantara Sehat (NS) ini ditempatkan? Pastinya tempat-tempat yang sangat terpelosok.
Untuk mendampingi Tim NS Batch 6 ini wilayah SUmatera Barat, ada 5 Tim yang di tempatkan yakni 1 tim di Kab. Pasaman Barat (jalan darat), dan 4 tim di Kep. Mentawai (jalur laut).
Keberangkatan
Awalnya saya deg-degan ditugaskan ke Mentawai, pasalnya beberapa rekan kerja yang jauh senior dari saya, semua bilang ombak Mentawai besar : “Hati-hati”. Degh.
Eugh ini saya apa kabar ya? Mayoritas yang dikirim untuk mendampingi Tim NS ke Mentawai pun para kaum Adam. Ya sudah, pasrah aja, sama banyak minta doa sama orang tua.
Pagi itu hari Rabu, kami berangkat via Pelabuhan Bungus, di Kota Padang (karena hanya hari Rabu dan Minggu jurusan Padang Mentawai untuk kapal cepat). Kapalnya bagus, ber-AC, kapasitas sekitar 200 orang. Dan On Time! Jadi jangan sampai telat.
Kapal pun berjalan sangat cepat dengan ombak tenang. Oh, ternyata cuma seperti ini, ih lebay banget yang bilang mentawai ombak besar, kapalnya pun bagus nian, manalah mungkin bisa diatas kapal sekuat ini bisa oleng karena ombak.
Hingga akhirnya, kalo mikir jangan sombong yah! Satu jam kemudian dari dermaga Bungus, ombak udah gak matching ke kanan-kiri, kapal yang bertingkat dua, ombaknya udah melebihi jendela di kapal lantai bawah. Kemudian, sayapun memilih tidur sampai tiba di Tua Pejat, ibu kota kepulauan Mentawai (dua jam sisanya saya tertidur pulas, kalau yang tidak kuat, sebagian muntah-muntah dan gak bisa tidur, alhamdulilah saya orangnya cepet pulas hihi).
Obrolan Seru tentang Betaet
Singkat cerita, kami 4 Tim yang akan mendampingi 4 Tim NS diterima oleh Pak Bupati dan jajaran setempat dengan seremonial penerimaan, sebelum akhirnya mereka kami antarkan (lagi) ke pulau-pulau lainnya.
Obrolan Seru tentang Betaet
Singkat cerita, kami 4 Tim yang akan mendampingi 4 Tim NS diterima oleh Pak Bupati dan jajaran setempat dengan seremonial penerimaan, sebelum akhirnya mereka kami antarkan (lagi) ke pulau-pulau lainnya.
Yup! Pulau-pulau lainnya, ternyata ini baru ibu kota Mentawai bung! Letaknya di Pulau Sipora. Setelah ini kami disebar ke 4 pulau besar lainnya. Puskesmas Betaet (Pulau Siberut Bagian Utara), Puskesmas Pei-pei (Pulau Siberut Bagian Selatan), Puskesmas Saibi Mukop, dan Puskesmas Saumanganyak (Pulau Pagai Utara).
Yang paling seru, cerita tentang ombak Mentawai bagian Utara di Betaet itu bagaikan ombak Kobra. Cerita tentang dua opsi kalau kapal karam yang ditumpangi karam yakni : terobang ambing ke Samudera lepas Hindia atau dimakan Hiu, karena perairan Betaet termasuk ekologi ikan hiu. Cerita ini kami dapatkan dari pemilik hotel tempat kami menginap dari kisah TNI yang pernah mengalaminya, kapal pecah, karam, karena benturan ombak.
ehmm..to be continue...
ehmm..to be continue...
Okay guyz..
Yuk kita lanjut! Tanpa maksud PHP atau memotong cerita menjadi cicilan layaknya kredit motor, tapi apa daya, ternyata mengerjakan pekerjaan kantor disambi tugas-tugas kuliah yang bejibun ituh sesuatu sekali yah?
Sebelumnya saya mendeskripsikan sedikit cerita tentang Betaet, yakni daerah favorit wisatawan mancanegara untuk surfing (ombak kelas dunia), yang terletak di Pulau Paling Utara yakni Siberut bagian Utara atau sebagian di Pei-Pei Siberut Barat Daya.
Saya kurang bisa memaparkan keindahan ombak mentawai dengan detail, tapi keganasan ombak Mentawai di tengah badai yang kami alami saat mengantar adik-adik bisa jadi pengalaman berharga buat yang lain.
Saya akan menceritakan perjalanan menemani adik-adik Tim Nusantara Sehat saya ke Puskesmas Saumanganya, yang berada di wilayah paling Selatan Mentawai. Sebelumnya, saya merasa tenang dan damai saja, karena ternyata Betaet lah yang paling mengkhawatirkan ombaknya (padahal Padang –Mentawai Tua Pejat saja sudah lumayan besar). Di luar dugaan, kepala Dinas Kesehatan menyampaikan kekhawatiran untuk dua daerah wilayah terjauh yakni Betaet (di Ujung Utara Mentawai) dan Saumanganya (di Ujung Selatan Mentawai). Glek. Mulas perut ini.
Jum’at Pagi, Pelabuhan Tua Pejat
Setelah banyak menyusun strategi, pertimbangan baik-buruk, Plan A, B, C , sampai D, akhirnya kami memutuskan untuk melakukan perjalanan di pagi hari itu. Petuah yang berkata “Laut menyimpan sejuta misteri”, sangat berarti bagi kami.
Jum’at Pagi, Pelabuhan Tua Pejat
Setelah banyak menyusun strategi, pertimbangan baik-buruk, Plan A, B, C , sampai D, akhirnya kami memutuskan untuk melakukan perjalanan di pagi hari itu. Petuah yang berkata “Laut menyimpan sejuta misteri”, sangat berarti bagi kami.
Segala kemungkinan yang akan terjadi, semua dibongkar oleh rekan sesama team dan menyimpan rapat-rapat ke adik-adik untuk sementara agar tidak membuat mereka khawatir, dan setiap team didampingi satu orang Mentawai aseli yang tau kadar keganasan ombak. Oh, ya sebagai informasi, saat itu musim angin sedang kencang dan tidak bisa ditebak mereka menyebutnya musim kepiting putih keluar dari sungai (salah satu pertanda alam bahwa ombak tak bisa ditebak).
Pukul 6.00 WIB Mentawai, disana masih gelap sekali, tapi kami harus segera berangkat. Satu tim masing-masing meggunakan dua buah boat, meskipun satu boat bermuatan 10 orang, dengan perhitungan barang yang dibawa adik-adik cukup banyak dan memang persiapan selama dua tahun yang harus dibeli di Padang, maka untuk mencegah kapal karam, kami menyewa 2 boat.
Harga sewa satu boat ke Saumanganya sekitar 6,5 juta rupiah (harga berbeda sesuai jarak tempuh). Sistem penyewaan boat yaitu dibayar sejumlah satu paket untuk sekali jalan. Apabila, tenyata terjadi hal-hal yang tidak diinginkan misalkan harus menepi berhari-hari di teluk atau tempat yang aman di pulau terdekat, maka kita harus menanggung biaya hidup nahkoda boat. Satu lagi, entah kita mau ditunggu ataupun tidak, kita bayarnya pun sama, tidak ada bayar setengah jalan, karena yang mereka hitung adalah tarif solarnya, bukan diantar saja, atau dijemput saja.
Delapan boat meluncur pagi itu dari Pelabuhan Tua Pejat, 3 Tim ke arah Utara, dan tim kami satu-satunya yang ke arah Selatan Mentawai.
Pagi itu tidak secerah hari sebelumnya, saya pun bertanya-tanya dalam hati tak tenang. Sampai akhirnya keluar dari mulut ke abang nahkoda.
“Abang, ini cuacanya cerah atau agak mendung yah?”
“Agak mendung mbak, tapi sedikit, masih bisa dilawan, tapi kalau nanti tidak kuat, kita balik saja, tidak usah dipaksa, daripada boat terbalik ndak mampu tahan ombak”
(Duh. Ini abang boat, kata penduduk setempat selalu jujur. Prinsip mereka, selama bisa dilalui, akan terus berlanjut, tidak pernah bohong, karena nyawa mereka sendiri taruhannya. Saat mengetahui cuaca agak mendung dan dicoba lawan lebih dahulu katanya, saat itu saya awali naik perahu dengan berdzikir dan berdoa dengan sangat amat khusyuk memohon kelancaran).
Mesin boat mulai menyala, meninggalkan dermaga sedikit demi sedikit, kami merasa masih senang dan gembira, kami saling melambaikan tangan, berfoto-foto abadikan momen, dan video. Boat saya berisi ibu-ibu pendamping saja, dan 2/3 barang-barang anak-anak. Sedangkan boat satunya lagi berisi anak-anak Tim NS dan satu pendamping pusat, dan satu orang penduduk yang menumpang karena tahu tujuan kami sama dengannya.
Saat saya sedang memotret dan video pemandangan, makin lama, makin jelas awan yang saya tanyakan sebelumnya di dermaga. Ternyata tujuan kami yang ke Selatan adalah : “menuju awan kelabu” tersebut. Saya teriak lagi ke abang nahkoda, karena saya di depan boat, dan kemudi ada di bagian belakang.
“Abang kita ke arah awan itukah , Bang?”
“Ya, mbak”
Hmmmm. Saya diam, berpikir.
“Nanti kalau sudah mulai dekat, Mbak masuk ya”
Hmmmm. Maksudnya apa itu abang?. Okelah. Masih agak jauh.
Pukul 6.00 WIB Mentawai, disana masih gelap sekali, tapi kami harus segera berangkat. Satu tim masing-masing meggunakan dua buah boat, meskipun satu boat bermuatan 10 orang, dengan perhitungan barang yang dibawa adik-adik cukup banyak dan memang persiapan selama dua tahun yang harus dibeli di Padang, maka untuk mencegah kapal karam, kami menyewa 2 boat.
Harga sewa satu boat ke Saumanganya sekitar 6,5 juta rupiah (harga berbeda sesuai jarak tempuh). Sistem penyewaan boat yaitu dibayar sejumlah satu paket untuk sekali jalan. Apabila, tenyata terjadi hal-hal yang tidak diinginkan misalkan harus menepi berhari-hari di teluk atau tempat yang aman di pulau terdekat, maka kita harus menanggung biaya hidup nahkoda boat. Satu lagi, entah kita mau ditunggu ataupun tidak, kita bayarnya pun sama, tidak ada bayar setengah jalan, karena yang mereka hitung adalah tarif solarnya, bukan diantar saja, atau dijemput saja.
Delapan boat meluncur pagi itu dari Pelabuhan Tua Pejat, 3 Tim ke arah Utara, dan tim kami satu-satunya yang ke arah Selatan Mentawai.
Pagi itu tidak secerah hari sebelumnya, saya pun bertanya-tanya dalam hati tak tenang. Sampai akhirnya keluar dari mulut ke abang nahkoda.
“Abang, ini cuacanya cerah atau agak mendung yah?”
“Agak mendung mbak, tapi sedikit, masih bisa dilawan, tapi kalau nanti tidak kuat, kita balik saja, tidak usah dipaksa, daripada boat terbalik ndak mampu tahan ombak”
(Duh. Ini abang boat, kata penduduk setempat selalu jujur. Prinsip mereka, selama bisa dilalui, akan terus berlanjut, tidak pernah bohong, karena nyawa mereka sendiri taruhannya. Saat mengetahui cuaca agak mendung dan dicoba lawan lebih dahulu katanya, saat itu saya awali naik perahu dengan berdzikir dan berdoa dengan sangat amat khusyuk memohon kelancaran).
Mesin boat mulai menyala, meninggalkan dermaga sedikit demi sedikit, kami merasa masih senang dan gembira, kami saling melambaikan tangan, berfoto-foto abadikan momen, dan video. Boat saya berisi ibu-ibu pendamping saja, dan 2/3 barang-barang anak-anak. Sedangkan boat satunya lagi berisi anak-anak Tim NS dan satu pendamping pusat, dan satu orang penduduk yang menumpang karena tahu tujuan kami sama dengannya.
Saat saya sedang memotret dan video pemandangan, makin lama, makin jelas awan yang saya tanyakan sebelumnya di dermaga. Ternyata tujuan kami yang ke Selatan adalah : “menuju awan kelabu” tersebut. Saya teriak lagi ke abang nahkoda, karena saya di depan boat, dan kemudi ada di bagian belakang.
“Abang kita ke arah awan itukah , Bang?”
“Ya, mbak”
Hmmmm. Saya diam, berpikir.
“Nanti kalau sudah mulai dekat, Mbak masuk ya”
Hmmmm. Maksudnya apa itu abang?. Okelah. Masih agak jauh.
Tepat tiga puluh menit dari tepi dermaga pelabuhan, agin mulai kencang, makin mendekati awan kelabu. Rintik air sudah mulai menjatuhi wajah saya. Kapal sudah mulai oleng kanan-kiri karena ombak sudah beda riaknya dari sebelumnya. Saya tengok ke abang nahkoda, dan abang nahkoda langsung mengangguk, tandanya saya sudah mulai harus masuk boat.
Sekali lagi saya lihat ke atas, ke arah awan kelabu. Duh. Sudah mulai jelas bentuknya sudah sedekat ini. Sudah mulai terlihat ini pertanda apa? Kalau diingat-ingat, di film One Piece yang sering saya tonton dulu, ini pertanda yang namanya “badai”. Tapi saat itu, pantang buat saya menyebut kalimat negatif. Jadi sambil masuk dan menutup boat, sambil terus berdoa, lekas cerah, lekas cerah, lekas cerah.
Saya pastikan ke pendamping yang orang Mentawai aseli.
“Bu Chrismast, katanya ombaknya lebih besar yang ke arah Utara?”
“Kayaknya kita kena badai mbak, biasanya nggak sebesar ini”
Otak saya mikir keras, menyapu di sekitaran boat, mencari jirigen (meskipun sudah pakai pelampung). Ketakutan seketika merayapi otak saya, teringat novel yang pernah saya baca tentang sekelompok tim jejak petualang yang boatnya terbalik di perairan Arafuru.
Saya pastikan ke pendamping yang orang Mentawai aseli.
“Bu Chrismast, katanya ombaknya lebih besar yang ke arah Utara?”
“Kayaknya kita kena badai mbak, biasanya nggak sebesar ini”
Otak saya mikir keras, menyapu di sekitaran boat, mencari jirigen (meskipun sudah pakai pelampung). Ketakutan seketika merayapi otak saya, teringat novel yang pernah saya baca tentang sekelompok tim jejak petualang yang boatnya terbalik di perairan Arafuru.
Ini Mentawai, sebelas-dua belas, kemungkinan peluang kejadian masih banyak. Hati saya berdizikir makin keras, apalagi setelah melihat muka Abang Nahkoda boat yang makin serius menakar arah angin dengan mata elangnya.
Olengnya kapal makin tidak terkontrol, abangnya pun sesekali mematikan mesin, berusaha mengikuti arus ombak, agar tidak dilawan. Boat kami pun seperti sedang naik di atas mobil, dan berkali kali, seperti melewati polisi tidur.
Olengnya kapal makin tidak terkontrol, abangnya pun sesekali mematikan mesin, berusaha mengikuti arus ombak, agar tidak dilawan. Boat kami pun seperti sedang naik di atas mobil, dan berkali kali, seperti melewati polisi tidur.
Sensasi pertama kali, naik boat rasa polisi tidur seperti di dalam mobil ini makin mengkhawatirkan. Khawatir lambung kapal pecah. Satu boat kami isinya perempuan semua pulak. Hanya abangnya yang lelaki. Duh, makin ingin nangis, ingat ibu-bapak di rumah, masih banyak dosa.
Satu jam, TEPAT. Badai pun berlalu. Mentari mulai telihat setelah hilangnya awan badai tersebut. Ya, badai telah berlalu, tapi ombak laut beriak makin tinggi, ternyata kami sedang melewati perairan yang tidak ditahan pulau, bisa dibilang ini ombak yang beriak langsung dari Samudera Hindia yang tidak ada penahannya langsung. Tepat setelah 4 jam di laut (biasanya kalau cuaca cerah hanya 2-3 jam saja), akhirnya kita tiba di tepian wilayah Saumanganya.
Bekas-bekas pepohonan hutan yang dulu diterjang tsunami masih sedikit tergores. Setelah berputar putar mencari dermaga, alamak, ternyata tidak ada dermaga di tepian Saumanganya ini. Kemudian kami mencoba masuk ke dalam muara, dan ada sedikit tepian untuk turun dari boat. Beruntungnya saya di boat yang berisi emak-emak ini menepi di muara.
Satu jam, TEPAT. Badai pun berlalu. Mentari mulai telihat setelah hilangnya awan badai tersebut. Ya, badai telah berlalu, tapi ombak laut beriak makin tinggi, ternyata kami sedang melewati perairan yang tidak ditahan pulau, bisa dibilang ini ombak yang beriak langsung dari Samudera Hindia yang tidak ada penahannya langsung. Tepat setelah 4 jam di laut (biasanya kalau cuaca cerah hanya 2-3 jam saja), akhirnya kita tiba di tepian wilayah Saumanganya.
Bekas-bekas pepohonan hutan yang dulu diterjang tsunami masih sedikit tergores. Setelah berputar putar mencari dermaga, alamak, ternyata tidak ada dermaga di tepian Saumanganya ini. Kemudian kami mencoba masuk ke dalam muara, dan ada sedikit tepian untuk turun dari boat. Beruntungnya saya di boat yang berisi emak-emak ini menepi di muara.
Nasib boat satunya lagi, tidak seberuntung kami, mereka turun langsung dari laut lepas ke tepian pantai tak berbatas dan melintas rawa-rawa dengan lumpur lebih dari selutut dan membawa barang, dibantu bapak-bapak yang menumpang. Ya, Tuhan selalu punya rencana. Bapak-bapak penduduk setempat itu menjadi penolong tim kami di boat satunya untuk membawa barang yang berlebih.
Saumanganya, Mentawai
Alhamdulillah, saya tiba di Saumanganya dengan selamat, cuaca sangat panas dan cerah, berbanding terbalik dengan badai yang baru saja kami alami tadi. Awan biru yang tiada bandingannya sangat indah untuk dinikmati. Rumah-rumah berjejer rapi, memiliki halaman yang luas, tapi gersang, panas, membakar kulit.
Alhamdulillah, saya tiba di Saumanganya dengan selamat, cuaca sangat panas dan cerah, berbanding terbalik dengan badai yang baru saja kami alami tadi. Awan biru yang tiada bandingannya sangat indah untuk dinikmati. Rumah-rumah berjejer rapi, memiliki halaman yang luas, tapi gersang, panas, membakar kulit.
Puskesmas lumayan dekat dari tempat kami turun boat (15 menit jalan kaki), ternak masih bebas berseliweran. Air di sini tidak cukup sulit, yang sulit listrik, hanya 12 jam dimulai pukul 18.00 WIB sore. Subhanallah, saat kami tiba sudah dua hari mereka bilang listrik mulai nyala dari pukul 10.00 WIB pagi hingga 06.00 pagi, berkah adik-adik NS.
Saya dan tim berencana menginap satu hari di Saumanganya, Pulai Pagai Selatan, karena baru saja mengalami badai yang tidak diduga, maka mumpung cuaca cerah kami disarankan untuk segera mengejar kapal dari Pelabuhan Pulau Sikakap menuju Padang. Yup Sikakap-Padang. Rute yang berbeda lagi. Sikakap-Padang lebih jauh (5-6 jam), biaya per orang pun 310 ribu, lebih mahal seratus ribu rupiah daripada Padang- Tua Pejat.
Yang telah dilakukan adik-adik NS
Senang bisa terlibat kegiatan yang cukup menyentuh hati ini. Alhamdulillah adik-adik NS yang dikirim sangat terberdayakan dan dapat berbuat lebih dalam hal kesehatan. Kegiatan yang telah mereka lakukan diantaranya, edukasi ke sekolah-sekolah terkait kesehatan, kerumah-rumah untuk penyuluhan gizi, pemeriksaan sputum TBC, edukasi ibu hamil dan banyak lagi. Berikut foto-fotonya.
Yang Harus Jadi Point Penting Kalau ke Mentawai
1. Tau Tujuan mau ke mana? Untuk menentukan Jadwal Kapal.
Jadi jadwal Mentawai itu memang banyak, akan tetapi tujuannya berbeda ada yang ke Pelabuhan Tua Pejat di Pulau Sipora, ada yang ke Pulau Siberut Utara ke Pelabuahan Sikabaluan, ada yang ke Pelabuhan Sikakap di Pulau Sikakap, Maileppet, Pei-Pei, dsb. Salah naik jadwal bisa salah pulau.
2. Tau Moda transportasi penyebrangan yang dipilih.
Untuk penyebrangan Padang-Mentawai ada 2 jenis, kapal cepat yang bisa ditempuh 2-5 jam sesuai tujuan pelabuhannya, atau kapal ferry (lamanya semalaman sekitar 12 jam). Dan tentunya untuk penyewaan boat antar pulau pun banyak, yha harga solarnya yang gak nahan. Hi hi...
3. Punya estimasi waktu lebih.
Seperti yang saya bahas di atas, semua tergantung ombak, jadi untuk travelling ke kepulauan satu ini harus dinikmati.
4. Pantengin jadwal tahunan festival Mentawai.
Kalau mau lihat para wisatawan selancar sekaligus dapat banyak kebudayaan mentawai, better dibarengi saat festival mentawai ini, mungkin pesan hotelnya bisa jauh-jauh hari karena masih terbatas.
*****
Sekian kisah perjalanan saya mengantar adik-adik. Kalian bisa lihat kompilasi foto-foto mereka yang saya kolase-kan. Klik saja video di bawah ini, atau kunjungi IG : @ndarikhaa
Kerennn. Mantabb. Apakah hanya yg mimiliki skil medis yg boleh ikut program itu ?
ReplyDeleteyes bang Tengku, ini yang untuk Nakes saja, kalau utk tenaga pendidikan ada juga program pengajar ke pelosok kalau tidak salah namanya SM3T (ini info dari adek NS ku yang tunangannya ikut program ini), bias dicoba googling to know more ya bang
DeleteMentawai, salah satu bucket list yang belum tercapai.
ReplyDeletebucket listmu kece2 yha bang Taumi... Next ga solo traveling lagi lah ya, bakalan ama nyonya..hihi
Deletekak ndari bikin penasaran sambungan ceritanya, ga sabar mau baca >.<
ReplyDeleteSambungannya jangan lama-lama ka, udah penasaran :(
ReplyDeleteKak itu serem banget ombak kobra, ga kebayang kalo ada disana.. ayo kak ditunggu kelanjutan ceritanya
ReplyDeleteduuh kaaa, selain ombak yang besar, mentawai sering menjadi pusat gempa. sepertinya ka ndari harus nyobain moment itu kali yaaaaa??? hahaha
ReplyDeleteYah, bersambung. Padahal pas baca di awal udah berekpektasi kalo tulisan ini bakal panjang dan penuh petualangan. Hiks! Kutunggu kelanjutannya asap ya mba ndar, hehe
ReplyDeleteoke Ning
DeleteWah ngeri banget kalo sampe dimakan hiu. Selamat mengabdi untuk para petugas kesehatan Nusantara Sehat!
ReplyDeletewah, untung ga karam :D :D
ReplyDeleteAlhamdulillah kart
DeleteDi tunggu kak kelanjutannya...seru ya
ReplyDeleteOne of my bucket list: Mentawai!! Nusantara Sehat ini terbuka untuk umum kah Kak?
ReplyDeleteUmum koq hat, dengan syarat ketentuan berlaku
DeleteYaaaah lagi seru-serunya, bersambung😂😂😂
ReplyDeleteaihhh keren bangeet sii kak .. mupeng gitu ihh ke wilayah-wilayah pinggiran . foto donk kak foto ombaknyaa..hhi
ReplyDeletewadaw, banyak ikan hiunya ya disana.
ReplyDeleteDaerah yg berbatasan laut lepas udh bnyak kak mnurut info penduduk lokal
DeleteYah pake bersambung. Okelah kalo begitu. Berani blusukan ke daerah terpencil, hebat juga kamu mbak.
ReplyDeleteDiajak teman dari padang buat eksplor mentawai tapi denger cerita nya klo kesana harus alokasi waktu seminggu lebih, jadi mikir juga. Lumayan juga dapat info tambahan dari ka ndari
ReplyDeleteWow... Keren
ReplyDeleteKeren kaak.. gak sabar nunggu cerita ombak kobra.. jangan lupa fotonya ya kak ombak kobranyaa
ReplyDeleteWow... Keren
ReplyDeleteAaaaaa Mentawai! Selama ini cuma liat di explore ig :( huhu
ReplyDeleteLah ya, lagi seru-serunya to be continued .__. Ditunggu sambunanganya
ReplyDeletedari dulu selalu suka dan tetap ingin ikut kegiatan seperti ini... masih boleh ikutan gak ya?
ReplyDeleteYang dikirim jangka waktu 2 tahun ini lbh ke arah freshgraduate sie bang Eka.. Dirimu mah lebih kece, mending makin kembangin kontribusi kecenya dan aku mw ikutan!!
DeleteUdah lama bangeeet pengen ke Mentawai. Konon ombak-ombak di sana favoritnya para surfer internasional.
ReplyDeleteTapi Ndari, ini ceritanya singkat banget. Keseruan ceritanya udah mulai, tapi tiba-tiba diputus. Nyesek! Hahahaha...
Ya ni bang, kmatin lg dibantai tugas kantor yg kudu selesai plus tugas kuliah.. Baru dikelarin, tp koq masi gini yak, mesti bnyak blajar n latian agaknya.. Mohon bimbingan lah kaka suhu
DeleteKeren kak ke Mentawai bukan sekedar jalan, tetapi ada tujuan positif di balik petualangannya. Awalnya aku kira bakal ada drama hingga selesai, ternyata bersambung wkwkwk. Di tunggu episode selanjutnya kak, jangan PHPin pembacamu ini wkwkwk
ReplyDeleteMasuk list daftar explore mentawai...kl gasalah mentawai salah satu yg terkena dampak tsunami kan yaa
ReplyDeleteYup betul, tp sebagian bisa selametin diri (klo daerahnya ad bukit)
DeleteMentawai ombaknya gede. Jadi inget 2010 pernah terjadi tsunami, banyak juga bule yang berkunjung karena memang ombaknya cocok buat surfing. Lanjutkan dong kaka.
ReplyDeleteYa kak benar bgt, di Pei Pei dan betaet itu yg bule kalau nyeberang bawa2 papan surfing besar,, dlu pas tsunami sebagian besar kena dampak katanya kak
DeletePengalaman yg membanggakan
ReplyDeleteHebat Ndariii bisa tidur hehe.. ditunggu cerita selanjutnya.
ReplyDeletePenasaran...
ReplyDeleteJangan bikin gue susah tidur karena lo nggak nerusin kelanjutan cerita petualangan mulia lo itu.
Keren.. Tapi bersambung ��
ReplyDeleteDitunggu lanjutannya ka
ke mentawai sebagai tenaga medis apa ?
ReplyDeleteKlo sy sbg tenaga kesehatan pusat dr kemenkes yg mendampingi adik2 sampai tempat tujuan kak
Deletemenegangkan. nice share.
ReplyDeletewww.belajaronlineshop.com
Aku baru baca ini. Ngeri-ngeri sedap masa. Aku bayangin terombang-ambing gitu. Hahaha.
ReplyDeleteMens Black Titanium Wedding Band | Tintang Blog
ReplyDeleteAn easy to follow and informative resource on mens black titanium wedding band. columbia titanium pants It's titanium ingot been a long time since we first ford fusion hybrid titanium started titanium rimless glasses making sugarboo extra long digital titanium styler Mens black titanium wedding band.