Saat
semua teman sebaya berbicara tentang CINTA lawan jenis.
Saat
lingkungan sekitarku sibuk menikmati indahnya cinta di usia muda.
Saat
yang lain mendesakku berkomitmen mencinta seorang pemuda.
Atau
bahkan diriku sedang terjebak dalam permainan cinta. Layaknya drama Ada Apa
Dengan Cinta? Oh sudahlah... Yakin dengan itu semua? Masihkah kau meratapinya?
Meratapi
bayangan yang sampai kapanpun tetap menjadi bayangan. Bayangan yang tak dapat
berucap, tak dapat bertindak, dan tak dapat memberikanmu kasih yang abadi.
Jelas terlihat, kelam, gelap, dan selalu pekat.
Hey!
Tidak
kah kau melihatnya?
Sinar
CINTA itu.
Sinar
Cinta yang menyinarimu setiap harinya?
Yang
menjadi sumber kekuatanmu?
Yang
menjadi penyemangatmu.
Yang
menjadi SEGALANYA untukmu, bagimu, dan hanya demimu.
Sinar
yang bersumber darimu, Ibu.
Ibu,
aku tidak ingat seberapa sering aku membuatmu pusing dan mual saat kau
mengandungku.
Ibu,
aku tidak ingat ingat seberapa berat kau mendekapku selama sembilan bulan
lamanya, untuk selalu membuatku merasakan kenyamanan.
Ibu,
aku tidak ingat seberapa nakalnya aku mendang-nendang perutmu dari dalam rahim
mu.
Ibu,
aku tidak ingat seberapa perih dan sakitnya kau berusaha mengeluarkanku dari
dalam perutmu, hingga kau pun sempat berpikir lebih baik kau mengorbankan
nyawamu dibanding nyawaku bu.
Ibu,
aku tidak ingat seberapa sering aku merengek untuk meminum ASI-mu dalam
tiap-tiap malam hari-harimu.
Ibu,
aku tidak ingat seberapa sering aku PUP di pangkuanmu atau memuntahkan ASI-mu
se-enaknya.
Namun,
kau justeru tersenyum senang dan bahagia dengan semua kelakuanku. Kau justeru
tulus untuk selalu mencintai dan menyayangiku.
Padahal
bu,
Yang
aku ingat, aku sering merengek kalau uang jajanku kurang.
Yang
aku ingat, aku sering berteriak kalau yang kau beri tak seperti yang kau mau.
Yang
aku ingat, aku sering menjengkelkanmu, bahkan sampai sekarang.
Tapi
bu, kenapa kau selalu sabar, tabah, tulus untuk selalu mencintai dan
menyayangiku, bahkan menanamkan nilai-nilai padaku, agar aku kelak dapat
memahaminya yang saat dulu tidak kupahami.
Nilai
pengorbananmu.
Saat aku berangkat
sekolah dulu, saat jalanan kampung menuju sekolahku masih berlumpur dan belum
teraspal. Kau selalu menggendongku dari rumah hingga sekolah SD-ku bu. Disaat
teman-temanku satu-dua jatuh belepotan lumpur. Tapi kau dengan setia
menggendongku sampai ke sekolah. Dan kau lakukan selalu untuk menjamin
keselamatanku, sampai aku cukup usia untuk dilepas berjalan sendiri.
Nilai
ketekunanmu.
Kau selalu tekun dan
konsisten untuk bangun di awal hari. Kau selalu membuatkan sarapan untuk ku,
dan pastinya untuk ayah. Kau selalu tau masakan kesukaan ayah, kau selalu tau
mana yang baik untuk kesehatan kami, meskipun kadang kau mengabaikan
kesehatanmu bu.
Nilai
kedisiplinanmu.
Kau selalu
mengajariku belajar di rumah, saat guru-guru di sekolah tidak lebih pandai
darimu, bu. Aku justeru lebih cepat memahami jika kau yang mengajariku.
Nilai
Spiritualmu.
Dulu, belum ada yang
namanya TKIT/SDIT seperti sekarang. Dulu kau mendaftarkanku masuk pendidikan
informal TPA (Taman Pendidikan Al-Quran). Meskipun kau bukan lulusan pesantren.
Betapapun aku ingat kau jahat padaku karena aku mogok ngaji, kau membujukku
untuk berangkat ngaji, tapi aku mogok berhari-hari. Saat kau mengguyurku dengan
air di kamar mandi (ahahaha aku gak akan lupa bu....), tetapi sambil mengguyur
kau menasehati dan meluruskan padaku pentingnya mengaji sebagai bekal
kehidupanku tidak hanya di dunia. Sekarang, aku mengerti akan hal itu. Dan masih
banyak lagi bu, nilai-nilai yang kau tanamkan yang tidak ada di bangku
sekolahku.
Semua
kau lakukan tulus, tanpa pamrih, dan demi kebaikanku tanpa peduli sulitnya
dirimu.
Ibu,
kau membuatku berpikir ribuan kali untuk berpisah denganmu.
Kau
membuatku berpikir ribuan kali : sudah layakkah aku menjadi seorang Ibu
sepertimu? Jika kelak suatu hari nanti, seorang pemuda yang Allah siapkan
untukku memohon ridhomu untuk membawaku bersamanya.
Ibu,
doakan selalu anakmu ini untuk berusaha dan dapat membalasmu dengan memberikan
Jubah Hijau Kebesaran di akhirat kelak. Jubah kemuliaan yang bisa kau gunakan. Meskipun
apa yang akan kuberikan mungkin tidak mungkin terbalas atas semua cintamu.
*)
Bekasi, 3 November 2016 (ditulis sebelum berangkat tugas ke Cikarang).
Love
YOU IBU.
Aku mau nangis baca ini. Soalnya kita sibuk mencintai lawan jenis, menikmati masa muda. Padahal, ada cinta yg tulus, tak terucap, dan selalu ada. Ibu....
ReplyDeleteKalo aku malah sambil nangis sie Lak pas nulis ini malah... #paper(pake perasaan)
Delete